Langsung ke konten utama

Zakaria Kamidan (23 Desember 1926 – 28 November 1996)

Zakaria Kamidan (23 Desember 1926 – 28 November 1996)

Agus Setiyanto

Ada kecenderungan yang mentradisi di lingkungan kaum elit pribumi Bengkulu untuk mencatumkan nama ayah di belakang nama anaknya. Demikian yang terjadi pada diri Zakaria. Oleh karena nama ayahnya adalah Kamidan, maka nama Zakaria lengkapnya adalah Zakaria Kamidan. Zakaria Kamidan anak laki-laki yang kelima dari hasil pasangan Pangeran Kamidan Singadjaja, Pasirah dari Marga Selupu Rejang, dengan Mustimah.

Zakaria (panggilan akrabnya) dilahirkan di Desa Lubuk Sini, Taba Penanjung, tepatnya pada tanggal 23 Desember  1926.  Anak pasirah  (kepala marga) inilah yang kelak kemudian hari menjadi salah satu tokoh pejuang yang memiliki andil besar dalam sejarah perjuangan mempertahakan Republik Indonesia di wilayah Bengkulu.  Diliaht dari namanya, menunjukkan bahwa ayahnya adalah seorang yang cukup religius. Nama zakaria itu sendiri diambil dari salah satu nabi, yaitu nabi Zakaria. Dengan harapan agar Zakaria ini juga dapat meneladani seperti yang dilakukan oleh Nabi Zakaria as.

Hidup pada jaman kolonial memang tidak semudah bagi kaum pribumi untuk dapat memasuki   Europeeschool ( sekolah Eropa), kecuali anak orang kaya atau yang berstatus sosial tinggi dalam masyarakatnya.  Oleh karena  Zakarian Kamidan adalah anak seorang Pasirah (kepala marga) dengan bergelar pangeran, maka tidaklah sulit bagi  Zakaria Kamidan  untuk memasuki sekolah tesebut.

Pada tahun 1932, dalam usia 6 tahun, Zakaria Kamidan masuk sekolah Hollandsche Inlandsche School  (HIS) di Bengkulu.  Setamatnya dari sekolah HIS, Zakaria Kamidan meneruskan sekolah ke Koningen Whilhelmina School (KWS). Selanjutnya Zakaria Kamidan  masuk ke sekolah teknik jurusan mesin Belanda di Batavia (Jakarta).

 Pada jaman pendudukan militer Jepang di Bengkulu, Zakaria Kamidan sudah menjadi seorang pemuda yang cedas dan pemberani.  Ketika pemerintahn militer Jepang membuka  sekolah Gyugun  (sekolah calon perwira militer Jepang) di Pagaralam pada tahun 1943, Zakaria Kamidan mencoba mendaftarkan diri.  Setelah melalui berbagai macam seleksi meliputi psikotest, kecerdasan, mental, maupun fisik, Zakaria  Kamidan  bersama kurang lebih 60 orang akhirnya diterima di Gyugun.

 Pada bulan Agustus 1944, setelah menyelesaikan pendidikan di Pagaralam, Zakaria Kamidan ditugaskan di Kompi Ibul Manna (Bengkulu Selatan). Tak lama kemudian dipanggil ke Markas Besar Sireibu Jepang Kawada Butai di Lahat (Sumatera Selatan) untuk mengikuti latihan pasukan khusus (rahasia)  Himitsukikang  yang diberi nama samaran  Bunkahan.  Zakaria Kamidan semakin handal dalam hal taktik dan strategi pertempuran dan rahasia peperangan yang diajarkan oleh Jepang.

Pada permulaan tahun 1945, Zakaria Kamidan bersama kelompok pasukan lainnya yang terdiri dari 15 perwira, 80 bintara, dan 400 prajurit mnelakukan tugas rahasia secara terpencar bergerak mengelilingi pantai Sumatera Selatan, dari Muko-Muko, Bantal, Ipuh, Senblat, >Lias, Bengkulu, Ngalam, Alas, Manna, Padang Guci, Bintuhan, Enggano, Krui, Kota Agung, Bandar Lampung, Kalianda, Bakauheuni, Lanbuhan Matringgai, Sungsang, Kuala Tungkal, Mentok, Toboli, Jambi, Bangko, Lubuk Linggau, Baturaja, dan Kota Bumi.

Pasca diproklamirkan Republik Indonesia,  Zakaria Kamidan yang pada waktu bertugas sebagai pembantu langsung A.K. Gani, selaku Gubernur Militer Sumatera Selatan.  Pada bulan September 1945 Zakara Kamidan ditugaskan  ke Lampung untuk menemui Emir Nur yang telah mengangkat dirinya sebagai  Panglima Militer dengan pangkat Mayor Jenderal. Selanjutnya Zakaria Kamidan ditugaskan lagi untuk menemui Supriadi, seorang perwira cudanco PETA yang menurut berita  dipromosikan sebagai Meneri Pertahanan dan berada di Jakarta.

Zakaria Kamidan juga menghadiri Kongres Pemuda di Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, beliau bertemu dengan R. Iskandar (wakil dari Bengkulu) yang ditugaskan untuk menghadiri Kongres Pemuda pada permulaan bulan November 1945.  Agenda utama kongres pemuda di Ygyakarta membahas persoalan tentang ultmatumnya tentara Inggris sehuungan dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Setelah selesai menghadiri Kongres Pemuda di Yogyakarta, Zakaria Kamidan segera kembali ke Bengkulu , meskipun harus melalui liku-liku perjalanan yang penuh resiko karna pada waktu itu keadaan sedang   genting-gentingnya.    Akan tetapi ketika baru sampai di Lampung, terdengar  berita bahwa Bengkulu telah dikuasai oleh tentara militer Jepang lagi atas nama tentara Sekutu.  Oleh karena itu, Zakaria Kamidan dan kawan-kawan seperjuangan termasuk R. Iskandar merasa terpanggil untuk berjihad  melawan penjajahan militer Jepang. 

Zakaria dan kawan-kawan memilih jalan untuk tidak langsung ke Bengkulu, melainkan menuju  Curup.  Di Curup Zakaria Kamidan bersama kawan seperjuangan segera bergerak mengumpulkan semua bekas tentara gyugun, heiho, seinendan, keibodan, tokubetstu yhugeskishen,  dan tokoh-tooh pejuang lainnya untuk menyusun kekuatan. Dalam waktu yang relatif singkat Zakaria Kamikdan dana kawan-kawan berhasil mengumpulkan para pemuda pejuang dari seluruh lapisan msyarakat yang ada di Curup, meskipun  dengan persenjataan seadanya, seperti tombak, pedang, keris, kecepek (sejenis senjata api  dan ada yang berupa meriam  buatan lokal Bengkulu), panah, dan sejenisnya.

Pada pertengahan bulan Desember 1945, datanglah Mayor Barlian ke Curup, dan segera membentuk formasi pasukan resimen. Atas inisiatif Zakaria Kamidan, Barlian diangkat sebagai Komandan Resimen dengan Pangkat Letnan Kolonel, sedangkan R. Iskandar diangkat sebagai Kepala Staf Umum dengan pangkat Mayor. Sementara itu, Zakaria Kamidan sendiri menjabat sebagai Kepala  Staf Operasi dengan pangkat Mayor.

Sebelum diputuskan untuk bertempur dengan pasukan Jepang, Zakaria Kamidan minta izin untuk melakukan perundingan dengan Komandan Jepang  Kawaida di Markas Lorong Butai, Padang Jati, Kota Bengkulu. Ini perundingannya agar Jepang tidak menghambat kemerdekaan rakyta Bengkulu, dan segera pergi  meinggalkan wilayah Bengkulu.  Akan tetapi upaya tersebut gagal, karena Jepang tidak berani melanggar janjinya dengan tentara Sekutu. Meskipun perundingan gagal, Zakaria Kamidan berhasil mencuri beberap pucuk senjata api pasukan Jepang yang kemudian dibawa dengan mobilnya ke Curup. Sekembalinya di Curup, Barlian, dan Zakaria Kamidan serta semua pejuang rakyat Curup dalam keadaan siap tempur.

Pertempuran dimulai pada tengah malam tanggal 28 Desember 1945 yang ditandai dengan pemutusan aliran listrik. Zakaria Kamidan sendiri yang memimpin pasukannya untuk bergerilya di sekitar 1 Km dari markas Katara Butai Jepang (sekarang wilayah Dwi Tunggal, Curup).

Dalam pertempuran di Tabarena (30 Desember 1945), Zakaria Kamidan bersama dengan R. Iskandar dan Barlian memimpin pasukan dengan cara bergerilya melawan pasukan militer Jepang. Dengan semangat juang dan spirit juang yang tinggi, Zakaria Kamidan dan kawan-kawan seperjuangan berhasil  memukul mundur tentara Jepang.  Akan tetapi tanpa disadari, dada sebelah kanannya terkena tembakan pasukan Jepang, sehingga jatuh tergeletak di atas bukit.  Setelah keaqdaan aman, beliau segera dibawa ke rumah sakit Muara Aman. Pada tanggal 15 Februari 1946, beliau dipindahkan ke rumah sakit Bengkulu. Dalam kondisi yang masih sakit, pada tanggal 16 Februari 1946, Zakaria Kamidan dilantik oleh Panglima Komandemen Sumatera mayor Jenderal Harjowardojo, sebagai Kasrem dengan pangkat Mayor.

Zakaria Kamidan juga terlibat aktif dalam pertempuran lima hari di Palembang, serta terlibat dalam pertempuran dalam clash pertama dengan pasukan Belanda (1947). Selanjutnya pada tahun 1949 beliau dikirim ke Bukittinggi untuk memimpin fornt di sana menghadapi pasukan Belanda dalam clash kedua.

Pasca  pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda (27 Desember 1949), Zakaria Kamidan diangkat menjadi anggota prajurit TNI AD dengan pangkat Kapten pada tahun 1950.  Pada tahun 1956 beliau dikirim ke A,erika untuk mengikuti sekolah Perwira Senior (Advance Officer School and Courses Armament Ammo, Logistics Supply Management).

Sekembalinya dari Amerika tahun 1957, situasi da kondisi p;olitik di ibukota memanas, akibat pecahnya dwi-tunggal  Soekarno – Hatta. Stabilitas nasional juga terancam, kebijakan ekonomi pusat kacau, gerak kabinet politik juga nampak semrawut, serta gerakan politik komunias yang semakin mendominasi. Oleh karena itulah, beberap wilayah yang berbasis militer seperti di Sumatera merasa terpanggil untuk menuntut kembalinya dwi-tunggal Soekarno – Hatta.  Disaat krisisi itulah Zakaria Kamidan dan beberapa kawan seperjuangan dari Sumatera (Bengkulu) memutuskan untuk bergabung dengan pasukan Simbolon dan berjuang bergerilya dalam hutan. Setelah situasi politik stabil, beliau kembali lagi ke Bengkulu.

Pada tahun 1958, beliau diaktifkan kembali ke Jakarta untuk menduduki beberapa jabatan di lingkungan Mabes ABRI. Tahun 1968, belikau dikrim ke Philipina untuk mengikuti pendidikan International Academy of Leadership : M.A.L. Phillppines. Tahun 1968-1969 beliau menjabat sebagai Sekretaris Menteri Penertiban Aparatur Negara. Beliau pensiun secara resmi pada tanggal 1 Januari 1981, dengan pangkat terakhir Kolonel, berdasarkan SK Kepala Staf TNI AD tertanggal 12 Maret 1983, yang ditanda tangani oleh Letnan Jenderal TNI Rudini.

Meskipun beliau sudah pensiun, tetapi tenaga dan pikirannya masih diperlukan. Bahkan pada periode 1981- 1983, beliau dipercaya untuk menjabat sebasgai Penasehat Gubernur DKI.  Semangat juang untuk tetap berjihad di jalan Allah bagi Zakaria Kamidan tidak akan pernah luntur sepanjang hayatnya. Oleh karenanya beliau masih tetap rajin membacca dan menulis beberapa artikel termasuk pengalaman pribadinya serta memberikan ceramah dalam berbagai  dibeberapa tempat.

Berjihad hingga akhir hayat, itulah yang melekat pada diri seorang Zakaria Kamidan. Meskipu  beliau  seorang pejuang dan pahlawan, namun beliau tetap memegang prinsip hidup “ sepi ing pamrih rame ing gawe”. Oleh karena itu, beliau berpesan agar kelak jika meninggal dunia tidak ingin ingin dimakamkan di komplek makam para pahlawan. Beliau ingin dikebumikan di makam keluarganya yaitu di Desa Lubuk Sini, Kecamatan Taba Penanjung.  Beliau wafat pada tanggal 28 November 1996 dan dikebumikan sesuai dengan wasiatnya.

Referensi :

Zakaria Kamidan, Pengabdianku Yang Mengesankan Dalam Perjuangan ’45, Pertempuran Di Curup tanggal 28 desember 1945. Jakarta: Mabes veteran RI, 1995.

_________, gyugun (Pasukan Pembela tanah Air) Di Sumatera Bagian Selatan, Bengkulu: 1995.

_________, Harga Diri. Sekelumit Sejarah Perang Dunia di Asia Timuir Raya/ Pacific dan Perjuangan di daerah Bengkulu Tahun 1945. Bengkulu : 1994.

Masrun Firdaus, Zakaria Kamidan : Pemimpin Pertempuran 4 Hari di Curup. Palembang: Sriwijaya Post, 1 Juni 1995.

Nawawi manaf, Perjuangan Kemerdekaan di Bengulu. Bengkulu : Panitia Anjangsana Penelusuran Tapak-tapak Perjuangan ’45, 1979.

Ranni, M.Z, Perlawanan Terhadap Penjajah dan Perjuangan Menegakkan Kemerdekaan di Bumi Bengkulu. Jakarta : Balai Pustaka, 1990.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zakaria Kamidan (23 Desember 1926 – 28 November 1996)

  Zakaria Kamidan (23 Desember 1926 – 28 November 1996) Agus Setiyanto Ada kecenderungan yang mentradisi di lingkungan kaum elit pribumi Bengkulu untuk mencatumkan nama ayah di belakang nama anaknya. Demikian yang terjadi pada diri Zakaria. Oleh karena nama ayahnya adalah Kamidan, maka nama Zakaria lengkapnya adalah Zakaria Kamidan. Zakaria Kamidan anak laki-laki yang kelima dari hasil pasangan Pangeran Kamidan Singadjaja, Pasirah dari Marga Selupu Rejang, dengan Mustimah. Zakaria (panggilan akrabnya) dilahirkan di Desa Lubuk Sini, Taba Penanjung, tepatnya pada tanggal 23 Desember   1926.   Anak pasirah   (kepala marga) inilah yang kelak kemudian hari menjadi salah satu tokoh pejuang yang memiliki andil besar dalam sejarah perjuangan mempertahakan Republik Indonesia di wilayah Bengkulu.   Diliaht dari namanya, menunjukkan bahwa ayahnya adalah seorang yang cukup religius. Nama zakaria itu sendiri diambil dari salah satu nabi, yaitu nabi Zakaria. Dengan harapan agar Zakaria ini jug